GfG5BUOlGSMpTpM5TUM7Gfr7BA==
Light Dark
Tantangan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) di Indonesia pada Era Modern

Tantangan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) di Indonesia pada Era Modern

Daftar Isi
×


Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) tetap menjadi arus utama Islam di Indonesia, terutama melalui organisasi seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan pesantren tradisional. Namun, di era modern, paham Aswaja menghadapi berbagai tantangan yang berasal dari perkembangan globalisasi, perubahan sosial, serta munculnya gerakan keislaman baru. Berikut adalah beberapa tantangan utama Aswaja di Indonesia:  

1. Tantangan dari Gerakan Salafi-Wahabi  
Gerakan Salafi-Wahabi yang berkembang di Indonesia memiliki pendekatan Islam yang lebih tekstual dan cenderung menolak tradisi Islam lokal yang telah berkembang dalam Aswaja. Tantangan yang ditimbulkan oleh kelompok ini antara lain:  
- Penolakan terhadap tradisi Aswaja, seperti tahlilan, maulid Nabi, ziarah kubur, dan amalan tasawuf.  
- Penyebaran paham anti-madhab, yang berseberangan dengan metode fikih yang dianut Aswaja.  
- Pengaruh dalam pendidikan dan media, seperti masuknya pemikiran Salafi melalui lembaga pendidikan dan dakwah online.  

Meskipun demikian, Aswaja terus berusaha menjaga tradisinya dengan pendekatan ilmiah dan moderat.  

2. Radikalisme dan Ekstremisme Agama  
Radikalisme menjadi ancaman serius bagi Aswaja, terutama dengan munculnya kelompok-kelompok yang mengusung Islam secara keras dan intoleran. Tantangan dari kelompok radikal ini meliputi:  
- Upaya mengganti sistem negara dengan khilafah, yang bertentangan dengan prinsip Aswaja yang menerima Pancasila dan NKRI.  
- Penyebaran paham jihad yang salah, yang menyebabkan beberapa kelompok terlibat dalam aksi terorisme.  
- Indoktrinasi di kalangan generasi muda, terutama melalui media sosial dan propaganda radikal.  

Aswaja menghadapi tantangan ini dengan pendekatan Islam moderat (Islam Wasathiyah) yang mengedepankan dakwah damai dan toleransi.  

3. Sekularisme dan Liberalisme Keagamaan  
Di sisi lain, ada tantangan dari kelompok yang mendorong pemisahan agama dari kehidupan sosial dan politik, serta menafsirkan Islam dengan pendekatan liberal. Tantangan dari kelompok ini meliputi:  
- Pendangkalan akidah, dengan munculnya pemikiran yang menolak otoritas ulama dalam memahami agama.  
- Pluralisme agama yang berlebihan, yang mengarah pada penyamaan semua agama dan mengaburkan batasan keyakinan Islam.  
- Tafsir Al-Qur’an yang bebas, yang terkadang tidak sesuai dengan kaidah tafsir yang dipegang oleh ulama Aswaja.  

NU dan pesantren Aswaja terus berupaya menjaga keseimbangan dengan mengajarkan Islam yang kontekstual namun tetap berlandaskan tradisi ulama.  

4. Perubahan Sosial dan Budaya di Era Digital  
Perkembangan teknologi dan globalisasi membawa perubahan sosial yang mempengaruhi pola keberagamaan masyarakat, antara lain:  
- Menurunnya minat terhadap kajian keislaman tradisional, karena masyarakat lebih banyak mengandalkan informasi agama dari internet tanpa bimbingan ulama.  
- Munculnya ustaz instan dan pendakwah viral, yang sering kali tidak memiliki latar belakang keilmuan agama yang kuat tetapi memiliki pengaruh besar di media sosial.  
- Perubahan gaya hidup sekuler, yang menjauhkan masyarakat dari praktik-praktik keagamaan.  

Untuk menghadapi tantangan ini, Aswaja perlu beradaptasi dengan teknologi, memperkuat dakwah digital, dan meningkatkan kualitas pendidikan pesantren.  

5. Krisis Kader Ulama Aswaja  
Salah satu tantangan serius bagi Aswaja adalah berkurangnya jumlah ulama yang memiliki kapasitas keilmuan mendalam. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:  
- Berkurangnya minat generasi muda untuk mendalami ilmu agama, karena mereka lebih tertarik pada bidang lain yang dianggap lebih menjanjikan secara ekonomi.  
- Kurangnya regenerasi ulama, terutama di lingkungan pesantren tradisional.  
- Tantangan dari ulama yang tidak memiliki sanad keilmuan yang jelas, sehingga muncul fatwa-fatwa yang kurang sesuai dengan prinsip Aswaja.  

NU dan pesantren berupaya mengatasi tantangan ini dengan membangun sistem kaderisasi ulama yang lebih sistematis.  

6. Politik Identitas dan Polarisasi Umat  
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul fenomena politik identitas yang menggunakan Islam sebagai alat politik, yang dapat menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam sendiri. Tantangan ini meliputi:  
- Pemanfaatan Islam untuk kepentingan politik, yang menyebabkan perpecahan di antara kelompok-kelompok Muslim.  
- Munculnya fanatisme kelompok, yang menyebabkan perselisihan antara sesama Muslim, termasuk dalam internal Aswaja sendiri.  
- Polarisasi antara kelompok Islam tradisional (Aswaja) dan kelompok lain, yang dapat melemahkan persatuan umat Islam di Indonesia.  

Untuk menghadapi hal ini, NU dan tokoh-tokoh Aswaja menekankan pentingnya ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan moderasi dalam politik.  

7. Modernisasi Pendidikan Islam  
Pendidikan Islam, khususnya pesantren tradisional, menghadapi tantangan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Beberapa isu yang dihadapi antara lain:  
- Kurangnya integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum, yang membuat lulusan pesantren kurang kompetitif dalam dunia kerja.  
- Tuntutan reformasi kurikulum pesantren, agar lebih sesuai dengan kebutuhan modern tanpa meninggalkan tradisi keislaman.  
- Minimnya fasilitas pendidikan modern di pesantren tradisional, yang menyebabkan daya saingnya lebih rendah dibanding sekolah-sekolah berbasis modern.  

Untuk mengatasi tantangan ini, banyak pesantren Aswaja mulai mengembangkan kurikulum yang lebih terpadu antara ilmu agama dan ilmu umum.  

Strategi Menghadapi Tantangan Aswaja di Indonesia  
Agar Aswaja tetap bertahan dan berkembang di era modern, beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:  
1. Memperkuat dakwah digital → Mengoptimalkan media sosial, YouTube, dan podcast untuk menyebarkan Islam Aswaja yang moderat.  
2. Meningkatkan kualitas pendidikan pesantren → Mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum.  
3. Regenerasi ulama Aswaja → Mendorong generasi muda untuk belajar di pesantren dan melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah.  
4. Membangun dialog dengan kelompok lain → Mempromosikan ukhuwah Islamiyah dan menghindari konflik dengan kelompok Islam lain.  
5. Meneguhkan komitmen terhadap NKRI dan Pancasila → Melawan gerakan ekstremis yang ingin mengganti sistem negara dengan khilafah atau ideologi lain.  

Kesimpulan  
Di era modern, Aswaja menghadapi tantangan dari berbagai arah, termasuk gerakan Salafi-Wahabi, radikalisme, liberalisme agama, perubahan sosial, krisis kader ulama, politik identitas, dan modernisasi pendidikan. Namun, dengan strategi yang tepat, seperti memperkuat dakwah digital, meningkatkan kualitas pesantren, serta menjaga moderasi Islam, Aswaja tetap dapat berkembang dan menjadi pilar utama Islam di Indonesia.

0Komentar